Kamis, 24 September 2009

Hakim Yang Agung


“Orang-orang arif pernah berkata begini: Hakim tidak boleh berat sebelah. Jika orang bersalah dinyatakannya tidak bersalah, maka hakim itu akan dikutuk dan diumpat oleh semua orang. Tetapi hakim yang menghukum orang bersalah akan bahagia dan dihormati.” (Sulaiman)

Zaman sekarang kalau ada bayi yang tertukar tidaklah sulit untuk menentukan siapakah orang tua kandungnya. Lakukan saja test DNA, pasti beres. Tetapi pada masa Raja Sulaiman belum ada teknologi canggih ini. Bagaimanakah Raja Sulaiman dapat menentukan orang tua kandung dari seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu sebagai anak kandungnya? Kisah di bawah ini semoga dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Pada suatu hari, dua orang wanita pelacur datang menghadap Raja Sulaiman.
Salah seorang dari mereka berkata, "Paduka Yang Mulia, saya dengan wanita ini tinggal serumah. Tidak ada orang lain yang tinggal bersama kami. Beberapa waktu yang lalu, saya melahirkan seorang anak laki-laki. Dua hari kemudian wanita ini pun melahirkan seorang anak laki-laki pula. Pada suatu malam ketika kami sedang tidur, wanita ini tanpa sengaja menindih bayinya sampai mati. Tengah malam sementara saya tidur, ia bangun lalu mengambil bayi saya dari sisi saya. Bayi saya itu ditaruhnya di tempat tidurnya, dan bayinya yang sudah mati itu ditaruhnya di tempat tidur saya. Besok paginya, ketika saya bangun dan hendak menyusui bayi saya itu, saya dapati ia telah mati. Setelah saya mengamat-amatinya, nyatalah ia bukan bayi saya."

"Bohong!" kata wanita yang lain itu, "Yang hidup ini bayiku, yang mati itu bayimu!" "Tidak!" jawab wanita yang pertama itu. "Yang mati ini bayimu, yang hidup itu bayiku!" Begitulah mereka bertengkar di depan raja.

Lalu kata Raja Sulaiman, "Kamu masing-masing mengaku bahwa bayi yang hidup ini anakmu dan bukan yang mati itu." Setelah berkata demikian raja menyuruh orang mengambil pedang. Kemudian raja memerintahkan, "Potonglah bayi yang hidup itu menjadi dua dan berikanlah satu potong kepada masing-masing wanita itu."

Mendengar perintah itu, ibu yang sebenarnya dari anak itu berkata, "Ampun, Baginda, jangan bunuh anak itu. Berikan saja kepada dia." Ibu itu berkata begitu karena ia sangat mencintai anaknya. Tetapi wanita yang lain itu berkata, "Ya, potong saja, biar tak seorang pun dari kami yang mendapatnya!"

Maka berkatalah Sulaiman, "Jangan bunuh bayi itu! Serahkan kepada wanita yang pertama itu--dialah ibunya."

Ketika seluruh rakyat mendengar tentang keputusan Sulaiman dalam perkara tersebut, mereka merasa kagum dan hormat kepadanya. Sebab, nyatalah bahwa Allah telah memberikan kepadanya hikmat untuk berlaku adil.

Kita semua ditetapkan Allah untuk menjadi pemimpin, paling tidak kita menjadi seorang pemimpin dalam lingkup keluarga kita. Apakah kita sudah berlaku adil dan bijaksana dalam melaksanakan amanat yang kita terima dari Allah? Rakyat (keluarga kita) akan kagum dan hormat kepada kita kalau kita menjalankan amanat itu dengan adil dan bijaksana.

Tidak ada komentar:

 
Custom Search