Rabu, 17 Desember 2008

Kaya Tapi Miskin?


Saya pernah mendengar cerita tentang orang kaya tetapi berpura-pura menjadi miskin demi bisa menyekolahkan anaknya dengan biaya yang murah. Ceritanya seperti ini. Pada waktu pendaftaran sekolah di sebuah SD swasta, orang ini datang dengan bersepeda, memakai pakaian yang sudah kusam dan bersandal jepit. Lalu dengan berakting sebagai orang yang kurang mampu ia memohon belas kasihan pihak sekolah supaya anaknya bisa diterima dengan hanya membayar uang gedung dan SPP yang seringan mungkin. Singkat cerita aktingnya berhasil. Ia berhasil memasukkan anaknya ke sekolah tersebut dengan biaya lebih rendah daripada biaya yang dikeluarkan kebanyakan orang yang mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut. Yang aneh, setelah anaknya masuk ke sekolah tersebut, orang ini kedapatan setiap hari mengantar dan menjemput anaknya tidak naik sepeda, tetapi naik sebuah mobil. Pakaian yang dipakainya pun berubah jadi bagus-bagus, tidak kusam lagi. Perubahan mendadak yang terjadi ini tentu menjadi pergunjingan di antara para orang tua murid yang mengetahui hal ini. Tapi orang yang bukan sopir ini tetap cuek saja. Kelanjutan ceritanya saya tidak tahu, hanya itu yang saya dengar.

Ada juga cerita tentang orang yang cukup mampu menyekolahkan anaknya dengan biaya sendiri tetapi tetap saja minta beasiswa yang dibiayai dengan dana compassion, dana yang disediakan khusus untuk anak-anak yang yatim piatu/orang tuanya miskin. Dan masih banyak lagi hal-hal yang seperti ini kalau kita mau mencermati apa yang terjadi di masyarakat kita sampai saat ini. Mendaftarkan diri untuk minta dana bantuan bagi orang miskin meskipun dirinya mampu, meminta paket sembako gratis yang dikhususkan untuk janda -janda miskin, dll.

Mengapa hal-hal ini bisa terjadi?

Patutkah hal-hal ini menurut anda?

Mengapa ada orang-orang yang cukup mampu atau bahkan bisa dikatakan kaya, tetapi memiliki mental pengemis?

Apakah karena bangsa kita cukup lama dijajah sehingga melarat sehingga sampai sekarang mental seperti itu masih menempel dengan kuat di benak cukup banyak orang?

Menyedihkan memang. Orang yang memiliki mental pengemis akan senantiasa merasa kurang. Orang yang bermental pengemis meskipun sudah menikmati makanan yang enak dan bergizi setiap hari, dan sudah memiliki sepeda motor dan bahkan mobil dan rumah sendiri, dia akan tetap merasa kurang. Meskipun apa yang ada pada dirinya sebenarnya jauh lebih baik bila dibandingkan dengan yang dimiliki para janda miskin, gelandangan, anak-anak yatim piatu dan pengemis, dia akan tetap merasa kekurangan. Dia akan senantiasa coba meminta setiap kali ada kesempatan untuk meminta, meskipun itu bukan haknya. Sangat jarang dan bahkan mungkin tidak pernah ada di pikirannya keinginan untuk memberi. Itulah orang yang memiliki mental seorang pengemis.

Matthew Henry mengatakan: "Menjadi kaya menurut dunia sangat berbeda dengan menjadi kaya menurut Tuhan. Tak ada hal yang lebih tidak pasti daripada kekayaan duniawi. Orang-orang kaya harus menyadari bahwa Tuhan yang memberikan kekayaan kepada mereka; dan hanya Tuhan yang bisa memberikan kepada mereka kemampuan untuk menikmati kekayaan itu; banyak orang punya kekayaan, tetapi tidak dapat menikmatinya dengan baik (but enjoy them poorly), mereka tidak memiliki belas kasihan (hati) untuk menggunakan kekayaan mereka. Tingkat kehidupan apakah yang lebih baik daripada tingkat kehidupan yang memberikan kesempatan untuk melakukan lebih banyak kebaikan?"

Alkitab menyatakan bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang (1 Tim 6:10). Uang itu penting dan perlu, tetapi cinta uang itu yang keliru. Karena ingin memperoleh keuntungan seringkali orang melakukan manipulasi. Seseorang yang ingin memperoleh uang dana bantuan dengan tidak malu-malu mengaku kalau dirinya miskin meskipun kenyataannya dia mampu. Mengapa? Karena ingin mendapatkan uang lebih banyak lagi. Mengapa ada orang yang sudah mampu secara keuangan tetap saja mau menerima paket sembako gratis yang dikhususkan untuk orang miskin dan tidak menolaknya? Karena dengan menerimanya dia dapat menghemat pengeluaran uang pribadinya, dengan demikian uangnya akan makin banyak. Tak terpikirkan olehnya bahwa di sekitarnya masih banyak orang yang lebih membutuhkan bantuan tersebut.
Tidak mempunyai rasa cukup adalah salah satu ciri orang yang memiliki mental pengemis. Kalau hal ini ditelusuri lebih dalam maka ujung-ujungnya adalah cinta uang. Karena ingin mendapat uang lebih banyak lagi maka ia menghalalkan segala cara, termasuk dengan meminta apa yang sebenarnya tidak pantas dia minta.

Kita perlu meneladani apa yang dilakukan oleh jemaat-jemaat di Makedonia. Meskipun mereka sedang menderita dan sangat miskin, tetapi dengan rela hati dan antusias mereka bahkan meminta kepada Rasul Paulus agar mereka juga diberi kesempatan untuk terlibat dalam pelayanan kepada orang-orang miskin yang ada di Yudea. Mereka bahkan memberikan lebih banyak daripada yang Rasul Paulus harapkan. Meskipun jemaat-jemaat di Makedonia sangat miskin namun mereka kaya dalam kemurahan.

Masuk dalam golongan manakah diri kita? Kaya tapi miskin dalam kemurahan, atau miskin tapi kaya dalam kemurahan? Atau mungkin pilihan ketiga lebih baik lagi. Kaya tapi memang kaya dalam segala kebaikan. Saya harap paling tidak kita ada dalam pilihan yang kedua atau sedang dalam proses/menjadi yang ketiga.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bagus k rud, blognya makin keren.... menurut aku yang paling utama adalah kita kaya akan KASIH, terutama kasih pada Tuhan. jika kita memiliki kasih, kita akan melakukan segala sesuatu dengan sukacita tanpa bersungut sungut. matius 25 : 40 "..apa saja yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraku... kamu melakukannya untuk AKU" (coba tebak aku siapa hayo!!!!)

 
Custom Search